translate this blog

Translate this page from Indonesian to the following language!

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Widget edited by Bahauddin Amyasi



Kamis, Mei 28, 2009

10 Alasan Kenapa SBY Jangan Dipilih Lagi

Memang harus jujur diakui bahwa selama pemerintahan SBY sudah ada beberapa hasil positif yang bisa dirasakan, yaitu terutama soal keamanan-pertahanan , politik-demokrasi, dan pemberantasan korupsi. Istilah Siswono Yudhohusodo, "Pemerintahan SBY memang sudah menghasilkan kemajuan. Namun sayangnya, negara lain/tetangga jauh lebih maju dari kita." Artinya, negara kita tetap saja tertinggal atau kalah dengan negara lain/tetangga.
Karena itu, dengan political cost yang demikian besar tapi hasilnya masih sebatas "rata-rata atau biasa-biasa saja" maka agaknya rakyat perlu mencari figur Presiden Baru pada Pilpres Juli mendatang, agar negara kita bisa lebih cepat pulih, maju, dan makmur/sejahtera.
Setidaknya ada 10 alasan kenapa SBY tidak layak dipilih lagi:
1. Karakternya kurang tegas dan selalu ambigu dalam mengambil keputusan untuk persoalan-persoalan strategis. Contohnya, ketika SBY ditekan anggota DPR untuk beberapa kasus legislasi dia cenderung mengalah dan kompromi dengan mereka, padahal dalam Pilpres 2004 dia mendapat mandat dari rakyat lebih dari 60% suara. Kenapa mesti harus kalah dengan DPR?
2. Dalam pemberantasan korupsi selama regim pemerintahannya terkesan "tebang pilih". Misalnya, jika figur-figur yang akan dijadikan "tersangka" bakal berdampak politis bagi posisinya, maka SBY cenderung mengambil sikap mempetieskan kasus tersebut. Contohnya, ada beberapa menterinya yang jelas terindikasi kasus korupsi di KPU, Depkumham, Dephut, DPR, dll, tapi terkesan dibiarkan/tidak ditindaklanjuti. Karena, mungkin, nantinya akan berdampak pada posisinya. Sementara untuk kasus dijadikannya tersangka Besannya (yaitu Aulia Pohan) krn SBY sudah dalam posisi terpojok/tidak dapat berkelit lagi, setelah mendapat sorotan dari rakyat dan beberapa pakar hukum.
3. Pertumbuhan ekonomi yang berkisar antara 5%-6% selama pemerintahannya ternyata tidak berdampak apa-apa pada rakyat kecil secara mayoritas. Disinyalir yang menikmatinya justru adalah para orang kaya dan pengusaha kelas kakap, karena memang mereka yang sengaja diuntungkan secara politis maupun bisnis oleh kebijakan-kebijakan ekonomi SBY. Inilah akibat fatal dari visi ekonomi "Neo Liberal" yang dianut regim SBY, dan bukan ekonomi "Pro Rakyat". Ini mungkin berkaitan dengan strategi politiknya ke depan untuk mempertahankan kedudukannya dengan dukungan finansial dari para pengusaha yang diuntungkan olehnya. Dan terbukti, pada pemilu legislatif 9 April lalu Partai Demokrat menjadi pemenangnya.
4. Terlalu tunduk dengan kemauan pihak asing atau negara-negara donor, sehingga posisi RI seperti didekte oleh mereka. Artinya, harga diri dan martabat kita jatuh di mata cukong-cukong asing tersebut gara-gara sikap lembek dan penakut SBY. Contoh kasus, kita selalu kalah dalam renegosiasi kontrak karya pertambangan seperti kasus Freeport, Newmount, ExxonMobil dan lain-lain. Juga kasus perbankan dan telekomunikasi seperti kasus Indosat.
5. Meski kita berhasil keluar dari jerat hutang IMF, ternyata hutang RI selama pemerintahan SBY tetap tinggi. Menurut ekonom Econit, Hendri Saparani, hutang luar negeri kita (dari G to G) selama pemerintahan SBY diam-diam bertambah sebesar Rp 400 triliun. Padahal di mana-mana orang-orang kepercayaan SBY selalu berkoar bahwa hutang RI berkurang banyak.
6. Dengan dana APBN sebesar Rp 1000 triliun lebih setiap tahun ternyata tidak banyak prestasi pembangunan yang dihasilkan oleh pemerintahannya. Infrakstuktur yang dibangun pun jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Lalu dana yang dikucurkan untuk KUR, PNPM, BOS, BLT pun segitu saja jumlahnya. Lalu uang sebanyak itu dipakai buat apa? Padahal pada pemerintahan- pemerintahan sebelumnya dana APBN kita tidak lebih dari Rp 400 triliun.
7. Harga-harga sembako dan kebutuhan rumah tangga selama pemerintahan SBY selalu tidak stabil dan cenderung naik setiap saat/bulan, sehingga hal ini sangat memusingkan kepala ibu-ibu rumah tangga yang anggaran belanja bulanannya sangat pas-pasan, terutama ibu-ibu dari kalangan menengah ke bawah. Contohnya, harga beras saat ini pada kisaran Rp 4000-5000/kg padahal sebelum SBY harganya Rp 1.500-2.500/ kg. Harga telur sekarang pd level Rp 13.000-14.000/ kg padahal sebelum SBY harganya Rp 7.000-14.000/ kg. Harga ayam potong Rp 21.000-22.000/ kg padahal sebelumnya Rp 12.000-13.000/ kg. Harga minyak goreng Rp 12.000/liter padahal sblmnya Rp 6.000/liter, dan masih banyak lagi. Inilah akibat dari SBY yang tidak bisa mengendalikan gerakan Menteri Perdagangan, yang kebijakannya sangat tidak pro-rakyat.
8. Meski harga-harga komoditas pertanian di pasaran selalu naik, seperti harga gabah/padi, sayuran, dan buah-buahan tapi yang menikmati bukanlah para petani, melainkan justru para pedagang/makelar/ distributor. Para petani tetap saja hidup dalam kemiskinan dan kemelaratan, karena harga-harga komoditas tersebut di tingkat petani tetap saja rendah/kecil.
9. Tidak mampu menuntaskan Agenda Reformasi bahkan terkesan stagnan (jalan di tempat). Contohnya reformasi birokrasi hingga kini tidak jalan. Pungli, suap, sogokan masih saja langgeng di pusat-pusat pelayanan publik, seperti KTP, SIM, STNK, pajak, PLN, bea cukai, kir kendaraan, dan lain-lain.
10. Regim SBY terkesan mempetieskan/ menghentikan Kasus BLBI dengan dalih sangat sulit mengumpulkan alat bukti. SBY malah diketahui berteman akrab dengan pengusaha yang terjerat kasus BLBI, yaitu David Nusa. Padahal total uang negara yang dirampok pengusaha/konglomer at busuk sebesar Rp 600 triliun. Sementara uang yang berhasil dikumpulkan oleh KPK baru sekitar Rp 600 miliar. Perbedaanya sangat jauh kan, bagai langit dan bumi, he..he..
Sebenarnya masih banyak lagi yang bisa ditampilkan di sini, tapi karena KASIHAN ya sudahlah 10 saja.

0 komentar:

Lorem Ipsum

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP