translate this blog

Translate this page from Indonesian to the following language!

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Widget edited by Bahauddin Amyasi



Rabu, Juni 10, 2009

Visi dan Misi Megawati-Prabowo



Visi Mega Prabowo 2009-2014 adalah:“GOTONG ROYONG MEMBANGUN KEMBALI INDONESIA YANG BERDAULAT, BERMARTABAT, ADIL DAN MAKMUR”.

Adapun Misi yang diusung adalah: “Menegakkan kedaulatan dan kepribadian bangsa yang bermartabat; Mewujudkan kesejahteraan sosial dengan memperkuat ekonomi kerakyatan; Menyelenggarakan pemerintahan demokratis-konstitusional yang bersih dan efektif”.

Berdasar potret dan persoalan yang secara hakiki melingkupi kehidupan bangsa selama ini dan arah perbaikan yang diperlukan, VISI DAN MISI yang menjadi induk dari program-program utama MEGA PRABOWO 5 Tahun kedepan, adalah:

“GOTONG ROYONG MEMBANGUN KEMBALI INDONESIA YANG BERDAULAT, BERMARTABAT, ADIL DAN MAKMUR”

VISI DAN MISI di atas merupakan gambaran potret mengenai persoalan hakiki dalam kehidupan bangsa saat ini, dan gambaran tentang arah kemana pikiran dan pekerjaan akan dilakukan dalam 5 tahun yang akan datang. Tema sentral yang diturunkan ke dalam isu-isu pokok juga memberikan landasan operasional/platform bagi program-program kerja 5 tahun mendatang.

Kata “GOTONG ROYONG” merupakan intisari dari ideologi Pancasila 1 Juni, dimana MEGA PRABOWO melihat bahwa tanggung jawab untuk membangun bangsa ke depan harus dilakukan secara bahu-membahu bersama seluruh komponen-komponen bangsa. Sedangkan kata-kata “BERDAULAT”,“ADIL DAN MAKMUR”, dan “BERMARTABAT” adalah amanat Trisakti.

“BERDAULAT” artinya:

Pemerintah harus mampu menyediakan sarana-sarana vital agar rakyat dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar dan meningkatkan kesejahteraannya. Untuk itu bangsa ini harus:

1. Mandiri di bidang pangan, energi, keuangan dan pertahanan keamanan
2. Mengutamakan kemampuan nasional dalam penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam
3. Mengutamakan perkembangan ilmu dan teknologi yang terkait dengan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan terbarukan
4. Mendorong produksi dan konsumsi dalam negeri untuk memperkuat ekonomi

“ADIL DAN MAKMUR” mengandung arti:

1. Rakyat memiliki kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan dengan terpenuhinya sarana-sarana dasar di bidang pendidikan, kesehatan dan dalam melakukan proses produksi. Oleh karena itu, pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan akses untuk rakyat kecil terutama tani, nelayan, buruh, pedagang kecil dan pelaku ekonomi lainnya
2. Terciptanya keadilan antar wilayah, dimana tidak ada daerah yangh tertinggal jauh dibanding daerah lainnya
3. Terfasilitasinya keragaman di dalam masyarakat sehingga Indonesia bisa menjadi rumah untuk semua anak bangsa. Untuk itu, hukum dan keadilan serta musyawarah mufakat harus menjadi dasar dalam mengelola perbedaan
4. Negara harus menjamin hidup yang layak bagi rakyat terpinggirkan dan menghargai HAM dalam segala aspeknya

“BERMARTABAT” mengandung pengertian:

1. Negara mampu menjamin pertahanan dan keamanan serta integritas wilayah NKRI secara mandiri
2. Memiliki kemampuan dalam menentukan arah pembangunan dan perekonomian tanpa didikte oleh pihak lain
3. Memiliki kepercayaan diri yang tinggi untuk berperan secara regional dan global dalam rangka menciptakan tatanan dunia yang lebih adil
4. Mendorong berkembangnya karakter dan kebudayaan yang mendukung kemajuan dan daya tahan sebagai bangsa

Read more...

Selasa, Juni 09, 2009

Megawati-Prabowo Tidak Setuju Ujian Nasional!

Sistem pendidikan di Indonesia harus mampu menyiapkan anak-anak Indonesia berkompetisi di masa depan. Sistem itu juga harus mampu membangun kultur bangsa yang mengedepankan nilai-nilai toleransi, gotong royong, budi pekerti, termasuk mengasah budaya malu.

Inilah yang menjadi tantangan para calon presiden dan calon wakil presiden Indonesia mendatang untuk membenahi karut-marut pendidikan di Indonesia. Tim kampanye ketiga pasang capres-cawapres menyampaikan solusi permasalahan pendidikan kepada Kompas, Senin (8/6) di Jakarta.

Bagi pasangan Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto, pendidikan yang akan dibangun adalah yang menghasilkan manusia Indonesia yang berkualitas dan mandiri.

”Politik ekonomi kerakyatan menjadi fundamental,” kata Sekretaris II Tim Kampanye Nasional Mega-Prabowo Hasto Kristiyanto.

Dengan visi pendidikan seperti itu, negara tidak akan mengambil alih kewenangan menentukan lulus atau tidaknya seorang siswa. Yang terjadi selama ini, kelulusan siswa sekolah ditentukan melalui nilai Ujian Nasional.

”Selama ini kami tidak setuju dengan sistem Ujian Nasional. Yang menentukan lulus atau tidaknya seorang siswa adalah gurunya. Guru yang paling tahu potensi siswa itu karena sehari-hari berinteraksi dengan siswa,” kata Hasto.

Mega-Prabowo, lanjut Hasto, dalam konteks pendidikan, menghargai budaya inovasi atau penemuan. Dengan demikian, kreativitas siswa dapat berkembang. Keseragaman yang selama ini diterapkan dalam kurikulum pendidikan nantinya ditiadakan.

Pendidikan yang dikembangkan nanti bukan hanya secara formal, tetapi juga nonformal dalam perspektif kebudayaan. Pembangunan pendidikan pun menyatu dengan program gerakan ibu-anak sehingga tidak sepotong-sepotong. Hal itu pun akan diselaraskan dengan peningkatan kualitas guru.

Dalam praktiknya, ujar Hasto, Mega-Prabowo akan menerapkan anggaran pendidikan bukan semata-mata 20 persen. Namun, 20 persen itu dijadikan sistem manajemen, kurikulum, serta mendorong proses berkebudayaan di Indonesia. Dengan demikian, setiap warga Indonesia berhak atas pendidikan yang seluas-luasnya. Pendidikan tinggi tidak bisa dengan mempertimbangkan status sosial siswanya.

Upaya yang dilakukan untuk mencapai hal itu di antaranya menjamin pendidikan yang terjangkau dengan membebaskan biaya pendidikan hingga sekolah menengah atas. Upaya lainnya, melakukan reformasi politik pendidikan dengan memperbarui kurikulum agar lebih berorientasi pada pengembangan anak didik, penguatan karakter nasional lewat materi kebudayaan dan pendidikan humaniora, serta menghapus Ujian Nasional.

http://edukasi.kompas.com/read/xml/2009/06/09/10463645/mega-prabowo.kami.tidak.setuju.ujian.nasional..

Read more...

Senin, Juni 08, 2009

Membela Ambalat dengan Nasionalisme Cerdas

(ANTARA News) - Kasus perbatasan bukan barang baru bagi Indonesia. Berlokasi di antara dua benua dan dua samudra menjadikan posisi Indonesia sangat strategis sekaligus rawan di tengah lalu lintas dunia.

Karena posisi geografisnya, Indonesia berbatasan dengan sepuluh negara: India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Palau, Papua Nugini, Australia dan Timor Leste. Isu seputar perbatasan sepertinya tak pernah sepi dari pemberitaan.

Di awal tahun 2005, negeri ini gempar oleh kasus Ambalat. Ketegangan tidak saja tercermin dari pemberitaan media tetapi juga dari reaksi masyarakat. Ada yang mendaftaran diri siap berperang, ada yang membubuhkan tanda tangan darah, ada pula yang meneriakkan "Ganyang Malaysia". Foto artis cantik Siti Nurhaliza yang tak berdosa juga kena getahnya, dibakar dalam berbagai demonstrasi masa. Kala itu, sengketa antara Indonesia dan Malaysia perihal kepemilikan Ambalat mencuat tinggi. Setelah empat tahun lebih peristiwa itu berlalu, bangsa ini dikejutkan lagi oleh kata yang sama "Ambalat".

Masih jelas dalam rekaman media, terjadi berbagai kesalahan dalam memahami kasus Ambalat ini. Tidak sedikit yang mengira bahwa Ambalat adalah pulau atau wilayah daratan. Sesungguhnya Ambalat adalah blok dasar laut yang dikenal dengan landas kontinen. Menurut hukum laut internasional, Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), sebuah negara pantai seperti Indonesia, berhak atas laut teritorial (12 mil laut), zona tambahan (24 mil laut), zona ekonomi eksklusif, ZEE (200 mil laut) dan landas kontinen (350 mil laut atau bahkan lebih). Lebar masing-masing zona ini diukur dari referensi yang disebut dengan garis pangkal (baseline). Pada laut teritorial berlaku kedaulatan penuh (sovereignity) seperti di darat, sedangkan pada zona di luar itu berlaku hak berdaulat (sovereign right). Pada kawasan hak berdaulat, suatu negara tidak memiliki kedaulatan penuh, hanya hak untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya.

Jika ada dua negara yang berdekatan maka tidak mungkin bagi keduanya bisa mengklaim semua zona maritim tanpa adanya tumpang tindih dengan tetangganya. Misalnya, dua negara saling berseberangan pada jarak kurang dari 400 mil laut, maka akan terjadi tumpang tindih ZEE dan landas kontinen. Jika jaraknya sangat dekat, kurang dari 24 mil laut seperti Indonesia dengan Singapura, maka yang tumpang tindih adalah laut teritorial. Dalam hal ini, dua negara tersebut harus menyepakati suatu garis yang membagi zona maritim yang tumpang tindih tersebut. Proses inilah yang disebut delimitasi batas maritim. Kedaulatan atau hak berdaulat masing-masing negara atas wilayah air dan dasar laut selanjutnya dibatasi oleh garis hasil delimitasi ini. Jika ada dua negara yang mendiami satu daratan/pulau, seperti Indonesia dan Malaysia di Kalimantan (masyarakat Internasional mengenalnya dengan Borneo), maka batas maritimnya adalah garis yang diteruskan dari ujung akhir batas darat untuk membagi kawasan laut di sekitarnya.

Meski sudah sering diberitakan, rasanya tetap perlu untuk sekali lagi mengingatkan bahwa Ambalat adalah blok dasar laut yang berlokasi di sebelah timur Pulau Borneo. Sebagian besar atau keseluruhan Blok Ambalat berada pada jarak lebih dari 12 mil laut dari baseline sehingga termasuk dalam rejim hak berdaulat, bukan kedaulatan.

Secara keseluruhan, Pulau Borneo berhak atas laut teritorial, zona tambahan, ZEE dan landas kontinen. Di sebelah timur, Borneo bisa mengklaim 12 mil laut teritorial, 200 mil laut ZEE dan seterusnya. Persoalannya adalah mana yang merupakan hak Indonesia, dan mana jatah untuk Malaysia. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa laut di bagian selatan adalah hak Indonesia dan di utara adalah hak Malaysia.

Garis batas darat antara Indonesia dan Malaysia di Borneo memang sudah ditetapkan. Garis itu melalui dan berhenti di ujung timur Pulau Sebatik, sebuah pulau kecil di ujung timur Borneo, pada lokasi 4? 10? lintang utara. Idealnya garis tersebut diteruskan ke arah laut di sebelah timur sebagai batas maritim yang harus disepakati kedua belah pihak. Garis inilah yang hingga kini belum ada dan sedang dirundingkan. Pada kawasan yang belum jelas garisnya inilah Ambalat berada. Dari perspektif ini, status hak berdaulat atas Ambalat sejatinya memang belum jelas. Belum ada garis batas maritim yang menetapkan kewenangan kedua negara.

Sipadan dan Ligitan bagaimana perannya?

Kasus Ambalat ini sering dikaitkan dengan dua pulau legendaris: Sipadan dan Ligitan. Benarkah ada kaitan antara kedua pulau ini dengan Ambalat? Sipadan dan Ligitan berada di Laut Sulawesi di sebelah utara kawasan dasar laut Ambalat. Perlu diperhatikan, Sipadan dan Ligitan tidak pernah secara formal menjadi bagian dari Indonesia, tidak juga Belanda. Dalam hukum internasional dikenal istilah uti possidetis juris yang artinya negara baru akan memiliki wilayah atau batas wilayah yang sama dengan penjajahnya. Tidak diklaimnya Sipadan dan Ligitan oleh Belanda menyebabkan kedua pulau tersebut bukan bagian dari Indonesia sebagai "penerus" Belanda.

Indonesia dan Malaysia sama-sama mengklaim Sipadan dan Ligitan yang kasusnya berujung di Mahkamah Internasional (MI). MI memutuskan bahwa Malaysia yang berhak atas keduanya karena Inggris (penjajah Malaysia) terbukti telah melakukan penguasaan efektif terhadap kedua pulau tersebut. Penguasaan efektif ini berupa pemberlakuan aturan perlindungan satwa burung, pungutan pajak atas pengumpulan telur penyu dan operasi mercu suar. Perlu diingat, Indonesia dan Malaysia bersepakat bahwa penguasaan efektif ini dinilai hanya berdasarkan tindakan sebelum tahun 1969. Jadi tidak benar bahwa Malaysia mendapatkan pulau tersebut karena telah membangun resort/hotel di tahun 1990-an.

Diberikannya kedaulatan atas Sipadan dan Ligitan kepada Malaysia oleh MI pada tahun 2002 melahirkan potensi berubahnya konfigurasi baseline Indonesia dan Malaysia. Oleh Indonesia, hal ini telah diakomodir dalam dalam PP no. 37/2008 tentang garis pangkal. Akibatnya, klaim zona maritim juga bisa berubah. Sementara itu, Sipadan dan Ligitan secara teoritis bisa mengklaim zona maritim ke arah selatan. Tentu saja perlu kajian secara legal dan spasial, seberapa luas klaim ini ke arah Ambalat. Di sisi lain, Indonesia akan berargumen bahwa pulau kecil seperti Sipadan dan Ligitan semestinya tidak diberi peran penuh (full effect) dalam hal klaim dan delimitasi maritim. Seberapapun kecilnya, Sipadan dan Ligitan yang menjadi milik Malaysia dapat memengaruhi klaim maritim di Laut Sulawesi. Artinya, opsi garis batas maritim juga akan terpengaruh. Tergantung dari negosiasi antara Indonesia dan Malaysia, garis batas ini yang akan "membagi" dasar laut di Laut Sulawesi. Apakah Ambalat juga akan terbagi? Hal ini sangat tergantung proses negosiasi.

Faktor non teknis

Perundingan tentang batas maritim ini sedang berjalan. Pakar-pakar kita dari Deplu dan instansi teknis seperti Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional, Dinas Hidro-Oseanografi Angkatan Laut, dan badan terkait lainnya sedang menjalankan tugasnya. Memang kenyataannya tidak banyak yang bisa didengar tentang kemajuan proses ini karena memang tidak semua hal bisa dijadikan konsumsi publik. Di sisi lain, reaksi masyarakat yang sedimikian rupa dan ketidakakuratan informasi di berbagai media adalah juga indikasi kegagalan penyebaran informasi yang konstruktif.

Seeperti diberitakan, bisa dimengerti para prajurit TNI siap bersabung nyawa untuk tanah air. Meski demikian, kita tentu sepakat bahwa kedaulatan dan hak berdaulat bangsa harus dibela tidak saja dengan peluru tetapi juga pengetahuan. Pekerjaan rumah untuk Malaysia dan Indonesia adalah menyepakati garis batas maritim secapatnya, sebelum bisa menyatakan terjadinya pelanggaran kedaulatan atau hak berdaulat. Indonesia adalah bangsa beradab dan negara kepulauan yang terbesar di dunia. Kita tidak perlu kehilangan percaya diri dan bereaksi berlebihan menanggapi suatu perkara. Mari membela tanah air dengan nasionalisme yang cerdas dan terhormat.

I Made Andi Arsana, Dosen Teknik Geodesi dan Geomatika UGM, kandidat doktor bidang kelautan di Universitas Wollongong, Australia.

Read more...

Jumat, Juni 05, 2009

Neoliberal Terbukti Gagal Sejahterakan Rakyat

Ekonomi berbasis neoliberal sebagaimana diterapkan oleh negara barat dianggap telah gagal menyejahterakan rakyat. Bahkan, neoliberal hanya membuat orang kaya makin kaya dan kaum papa makin ternista.

Demikian pendapat pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy, saat menjadi pembicara dalam diskusi publik bertajuk 'Perspektif Ekonomi Indonesia Pasca Pilpres 2009', yang digelar DPP Pemuda Demokrat di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Menurut Ichsanuddin, neoliberal berasal dari Washington Consensus. Konsensus ini antara lain berisi; Pertama, larangan menyubsidi rakyat dan membiayai penyediaan dan pengelolaan barang dan jasa publik melalui apa yang dinamakan disiplin fiskal.

Kedua, jika pemerintah sudah terlanjur terlibat pada penyediaan barang dan jasa publik, maka harus dijual ke swasta (privatisasi); Ketiga, meliberalkan semua sektor perekonomian dengan memberlakukan asas non diskriminatif antara pelaku asing dan pelaku nasional.

"Hasilnya adalah, AS dan terutama negara G7 serta negara-negara yang berpatron ke prinsip itu mengalami krisis lagi pada Oktober 2008," kata mantan anggota DPR-RI dari Golkar tersebut.

Menurut catatan National Bureau of Economic Research, lanjut Ichsanuddin, krisis ekonomi yang disebut sebagai siklus itu sudah terjadi 33 kali sejak 1854 sampai 2007. "Dalam kajian ekonomi politik dan sosiologi pembangunan, maka ekonomi neoliberal selalu menghadapi kegagalan mengatasi pengangguran, kemiskinan dan ketimpangan," jelas Ichsanuddin.

Bagaimana dengan Indonesia? Menurut Ichsanuddin, semua tergantung dari rakyat Indonesia . "Apakah kita mau setia pada pemikiran anak bangsa dan cinta pada rakyat Indonesia yakni mengusung sistem ekonomi kerakyatan, atau memilih neoliberal, aliran pemikiran ekonomi yang selalu menemui kegagalan," pungkasnya.

Read more...

Lorem Ipsum

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP